Pertanyaan
yang sering muncul dalam aktifitas percintaan saat bulan ramadhan
adalah hukum mandi junub setelah subuh. Dengan berbagai alasan (misalnya
malu pada anggota keluarga lain bila terlihat mandi sebelum sahur),
tidak sedikit pasangan suami istri yang melakukan mandi junub setelah
masuk waktu sholat subuh. Padahal sebelumnya mereka sudah sahur dan
meniatkan diri berpuasa.
Ustadz Sigit Pranowo,Lc. al-Hafidz, seperti yang dilansir eramuslim.com menjelaskan, dibolehkan bagi seorang yang sedang berpuasa untuk mandi. Hal itu tidaklah berpengaruh kepada puasanya
Ibnu Qudamah didalam “al Mughni” (18/3) mengatakan,”Tidak
mengapa seorang yang tengah berpuasa mandi. Dia berargumentasi dengan
apa yang diriwayatkan oleh Bukhori (1926) dan Muslim (1109) dari Aisyah
dan Ummu Salamah bahwa Rasulullah saw mendapatkan waktu fajar sedangkan
beliau saw dalam keadaan junub di rumah keluarga beliau kemudian beliau
mandi dan berpuasa.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari
sebagian sahabat Nabi saw berkata sungguh aku telah melihat Rasulullah
saw menuangkan air ke kepalanya karena haus atau panas, sementara beliau
sedang berpuasa. (Dishahihkan ole al Albani didalam Shahih Abi Daud)
Didalam
kitab “Aunul Ma’bud” disebutkan bahwa hadits ini merupakan dalil
dibolehkannya seorang yang tengah berpuasa menghilangkan rasa panas
dengan menuangkan air ke sebagian atau seluruh tubuhnya. Ini juga
menjadi pendapat jumhur dan mereka tidaklah membedakan antara mandi
wajib, sunnah maupun mubah.
Bukhori mengatakan didalam “Bab
Mandinya Orang yang Berpuasa” bahwa Ibnu Umar telah membasahi pakaiannya
sementara ia tengah berpuasa. Asy Sya’bi memasuki kamar mandi dalam
keadaan berpuasa.. al Hasan berkata,”Tidak mengapa bagi orang yang
berpuasa untuk berkumur-kumur dan mendinginkan dari rasa panas.”
Al
Hafizh mengatakan,”ungkapannya (Bukhori) “Bab Mandinya Orang yang
Berpuasa” adalah penjelasan akan dibolehkannya hal itu. az Zain bin al
Munayyir mengatakan,”Dimutlakkannya kata mandi itu mencakup mandi-mandi
yang sunnah, wajib maupun mubah. Seakan-akan dia menunjukkan akan
kelemahan apa yang diriwayatkan dari Ali yang berisi larangan bagi orang
yamg berpuasa memasuki kamar mandi, dan riwayat itu dikeluarkan oleh ar
Razaq dan didalam sanadnya terdapat kelemahan. (Fatawa al Islam Sual wa
Jawab 38907)
Dibolehkan bagi seseorang yang tengah berpuasa untuk mandi junub setelah masuk waktu fajar berdasarkan dalil-dalil diatas.
Namun
demikian dilarang bagi seseorang melakukan mandi junub setelah
terbitnya matahari karena hal itu berarti mengakhirkan dan
menyia-nyiakan pelaksanaan shalat shubuh dan hal ini dilarang Allah swt.
“Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan
shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui
kesesatan.” (QS. Maryam : 59)
Jangan
sampai hanya karena malu kepada orang lain mengakibatkan dirinya
menunda-nunda atau menyia-nyiakan shalat shubuh. Jadi yang terbaik
adalah segera melaksanakan mandi junub dan menunaikan shalat shubuh di
awal waktunya.
Rukun-Rukun Mandi
Mandi yang disyariatkan tidaklah mencapai hakikatnya kecuali jika memenuhi dua perkara berikut :
1.
Niat, karena inilah yang membedakan ibadah dengan adat kebiasaan. Niat
adalah pekerjaan hati. Adapun kebiasaan kebanyakan orang yang
melafazhkan niat maka ia adalah perkara bid’ah yang tidak disyariatkan,
harus dijauhkan dan dihindari.
2. Membasuh seluruh anggota tubuh, berdasarkan firman Allah swt :
“Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah : 6)
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh
itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.” (QS. Al Baqoroh : 222)
Yang dimaksud dengan suci adalah mandi, sebagaimana dijelaskan pula didalam firman-Nya yang lain :
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub terkecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi…” (QS. An Nisaa : 43)
Sunnah-Sunnah Mandi
Disunnahkan
bagi seorang yang mandi untuk memperhatikan perkara-perkara yang pernah
dilakukan Rasulullah saw saat mandi dan memulainya dengan :
1. Mencuci kedua tangannya sebanyak tiga kali
2. Kemudian membasuh kemaluannya
3.
Kemudian berwudhu secara sempurna sepertihalnya wudhu ketika ingin
melaksanakan shalat. Diperbolehkan baginya mengakhirkan membasuh kedua
kakinya hingga selesai mandi apabila dirinya mandi dengan bejana atau
sejenisnya.
4. Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak
tiga kali sambil menyelang-nyelangi rambur agar air dapat sampai ke
pangkal rambutnya.
5. Kemudian mengalirkan ait ke seluruh badan
dengan memulai sebelah kanannya lalu sebelah kirinya tanpa mengabaikan
dua ketiak, bagian dalam telinga, pusat dan jari-jari kaki serta
menggosok anggota tubuh yang dapat digosok.
Dari Aisyah dia berkata,
"Apabila Nabi saw mandi hadas karena junub, maka beliau memulainya
dengan membasuh kedua tangan, lalu menuangkan air dengan tangan kanan ke
atas tangan kiri, kemudian membasuh kemaluan dan berwudhu dengan wudhu
untuk shalat. Kemudian beliau menyiram rambut sambil memasukkan jari ke
pangkal rambut sehingga rata. Hingga ketika selesai, beliau membasuh
kepala sebanyak tiga kali, lalu beliau membasuh seluruh tubuh.” (HR.
Bukhori dan Muslim)
Didalam riwayat lain dari keduanya
(Bukhori dan Muslim),”Kemudian beliau menyelang-nyelangi rambutnya
dengan kedua tangannya hingga kulit kepala terasa basah maka beliau
menyiramkankan air keatas kepalanya sebanyak tiga kali.”
Dari
Bukhori dan Muslim juga dari Aisyah dia berkata, "Apabila Rasulullah saw
mandi karena junub, maka beliau meminta air pada bejana, lalu beliau
mengambil air dengan telapak tangannya, beliau memulainya dengan bagian
kanan kepalanya kemudian kiri, kemudian mengambil air dengan kedua
telapak tangannya dan disiramkan diatas kepalanya.”
Dari Maimunah berkata,”Saya
menyediakan air mandi untuk Nabi saw lalu beliau menuangkan air itu
kepada kedua telapak tangan dan membasuhnya sebanyak dua atau tiga kali.
Setelah itu beliau menuangkan air dengan tangan kanan kepada tangan
kirinya lalu membasuh bagian kemaluannya dan menggosokkan tangannya ke
tanah, lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung. Setelah itu,
barulah beliau membasuh kepalanya sebanyak tiga kali kemudian beliau
menyiramkan ke seluruh tubuhnya. Lalu beliau bergeser dari tempatnya dan
membasuh kedua telapak kakinya.” Maimunah mengatakan,”Lalu aku
membawakan sehelai handuk, tetapi beliau cukup menepis air yang terdapat
pada tubuhnya dengan tangannya saja.” (HR. Jama’ah)
Cara
mandi bagi seorang wanita sama dengan cara mandi bagi seorang pria. Akan
tetapi kaum wanita tidak diwajibkan baginya menguraikan ikat rambutnya
dengan syarat air tersebut dapat masuk kedalam pangkal rambutnya,
berdasarkan hadits Ummu Salamah berkata,”Ada seorang wanita ang bertanya
kepada Rasulullah saw,”Ikatan rambutku sangat kuat, apakah aku harus
menguraikannya jika hendak mandi junub? Nabi saw menjawab,”Cukuplah
engkau menuangkan air ke atasnya sebanyak tiga kali. Setelah itu
hendaklah engkau menyiramkan air ke seluruh tubuhmu. Dengan demikian
berarti engkau telah suci.” (HR. Ahmad, Muslim dan Tirmidzi yang
mengatakannya sebagai hadits hasan shahih) –(Fiqhus Sunnah juz I hal 74 –
75)
Dan tidak ada keharusan bagi seorang yang mandi hadats
untuk menggunakan sampo atau sabun. Begitu pula dengan rambut yang
rontok dari seorang wanita yang haid maka tidak ada dalil yang
menjelaskan wajib baginya mencuci rambut itu bersamaan dengan
keramasnya.
Adapun sebab-sebab yang mewajibkan seseorang mandi adalah :
1.
Keluar mani disertai syahwat baik pada waktu tidur maupun terjaga,
laki-laki maupun wanita. Ini pendapat para fuqaha pada umumnya,
berdasarkan hadits Abu Said bahwa Rasulullah saw bersabda,”Air mani itu mewajibkan mandi.” (HR. Muslim)
2.
Pertemuan dua alat kelamin, yaitu memasukkan alat kelamin pria ke dalam
alat kelamin wanita walau tidak sampai keluar mani, berdasarkan firman
Allah swt :
“Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah : 6)
Syafi’i
mengatakan,”Menurut bahasa Arab pada hakikatnya maksud junub itu adalah
pertemuan kelamin laki-laki dan perempuan walaupun tanpa disertai
dengan orgasme.”
Dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Jika
seseorang telah berada diantara anggota tubuh yang empat—kedua tangan
dan kedua kaki istrinya—lalu menyetubuhinya maka ia wajib mandi, baik
keluar mania tau tidak.” (HR. Muslim dan Ahmad)
3. Terhenti dari haidh dan nifas, berdasarkan firman Allah swt :
“Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al
Baqoroh : 222)
4. Jika seorang muslim meninggal dunia maka wajib dimandikan berdasarkan ijma ulama.
5. Orang kafir jika masuk islam.
Tsumamah
al Hanafi ditawan oleh kaum muslimin. Nabi saw mendatanginya di waktu
pagi. Beliau bersabda,”Apa keinginanmu, wahai Tusamamah? Jawabnya,”Jika
engkau membunuhku maka engkau telah membunuh orang yang berdamai. Jika
engkau membebaskanku maka engkau telah membebaskan orang yang tahu
berterima kasih. Jika engkau menghendaki harta maka kami akan memberikan
kepadamu berapapun yang engkau pinta. Para sahabat Rasulullah saw
menginginkan tebusan, mereka berkata,”Apa manfaatnya jika kita
membunuhnya?’ Pada hari berikutnya, Rasulullah pun lewat lagi. Lalu
Tsumamah masuk islam. Ia pun dibebaskan dan Nabi saw memerintahkan
Tsumamah agar dibawa ke kebuh Abu Thalhah dan disuruh supaya dia mandi
di sana. Tsumamah pun mandi dan mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat.
Nabi saw bersabda,”Saudara kalian ini islamnya baik.” (HR. Ahmad, namun
sumbernya dari Bukhori dan Muslim)—(Fiqhus Sunnah juz I hal 64 – 67)
Sedangkan
terhadap suami istri yang berhubungan namun tidak sampai terjadi
pertemuan kedua kelaminnya (alat kelamin pria tidak dimasuk kedalam alat
kelamin wanita), hanya sekedar saling menyentuhnya maka tidaklah
diwajibkan bagi keduanya mandi, berdasarkan ijma’ ulama.
Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar